Cuntaka atau Sebelan
Om Swastiastu"Sebelum dibaca postingan puniki, mohon bantuannya untuk melike Fanspage/halaman puniki dengan mengklik like/suka di pojok kanan atas dan jika dirasa bermanfaat bisa dishare ke semeton lainnya".
Sabtu kemarin tiang bersama keluarga
sebenarnya berencana untuk melukat dan sembahyang di Pura Tirta Empul,
Namun karena mendapat kabar bahwa ada sodara di merajan kawitan yang
meninggal kami terpaksa membatalkan rencana untuk melukat dan sembahyang
di Pura Tirta Empul. Hal ini dikarenakan bahwa sebab kematian itulah
sekarang kami dalam keadaan Cuntaka atau dalam istilah Balinya juga
sering disebut sebel atau sebelan. Dan menurut kesepakatan keluarga kami
setiap ada yang meninggal dikeluarga kawitan kami mengambil sebelan
selama 3 hari.
Cuntaka adalah suatu keadaan yang tidak suci menurut pandangan agama Hindu,
- masa kotor atau yang populer disebut Cuntaka dan
- dalam istilah bahasa Bali-nya disebut Sebel, berkaitan dengan tata susila dan etika
Sedangkan kebersihan dan kesehatan batin dapat diusahakan dengan jalan melaksanakan pranayama persembahyangan
dan membaca serta mempelajari ajaran-ajaran agama secara terus-menerus
seperti dijelaskan didalam Kitab Hukum Hindu Manawa Dharmasastra V. 109 :
ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI
Sedangkan kebersihan dan kesehatan batin dapat diusahakan dengan jalan melaksanakan pranayama persembahyangan
dan membaca serta mempelajari ajaran-ajaran agama secara terus-menerus
seperti dijelaskan didalam Kitab Hukum Hindu Manawa Dharmasastra V. 109 :
ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI
ADBHIRGATRANI SUDDHYANTI MANAH SATYENA SUDDHYATI VIDYATAPOBHYAM BHUTÃTMA BUDDHIR JNANENA SUDDHYATI
- Tubuh dibersihkan dengan air.
- Pikiran disucikan dengan kebenaran.
- Jiwa manusia dengan pelajaran suci dan tapa brata dan
- Kecerdasan dengan pengetahuan yang benar.
No. | Penyebabnya | Ruang lingkup | Batas waktu |
1 | Kematian | Keluarga terdekat sampai dengan mindon, serta orang- orang yang ikut mengantar jenazah, demikian pula alat- alat yang dipergunakan dalam keperluan itu | Disesuaikan dengan Loka dresta dan Sastra dresta. |
2 | Haid | Diri pribadi dengan kamar. tidurnya | Selama masih mengeluarkan darah sampai membersihkan diri. |
3 | Bersalin | Diri pribadi dan suaminya beserta rumah yang ditempatinya | Sekurang- kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan dan suaminya sekurang- kurangnya sampai lepas puser bayinya. |
4 | Keguguran kandungan | Diri pribadi dan suami beserta rumah yang ditempatinya. | Sekurang- kurangnya 42 hari dan berakhir setelah mendapat tirtha pabersihan. |
5 | Sakit (kelainan) | Diri pribadi dan pakaiannya. | |
6 | Perkawinan | Diri pribadi dan kamar tidurnya | Sampai dengan mendapat tirta pabeakaonan. |
7 | Gamya gamana (incest) | Diri pribadi yang melakukan dan desa adatnya | Sampai diceraikan, diadakan pembersihan baik terhadap diri pribadi maupun desa adat/ kahyangan. |
8 | Salah timpal (bersetubuh dengan binatang) | Diri pribadi yang melakukan dan desa adatnya. | Diselesaikan sebagaimana mestinya sesuai dengan adat dan agama Hindu. Sampai dengan upakara beakaon. |
9 | Hamil tanpa beakaon | Diri pribadi dan kamar tidurnya. | Sampai dengan upakara beakaon. |
10 | Mitra ngalang | Diri pribadi dan kamar tidurnya. | Sampai dengan upakara beakaon. |
11 | Lahir dari kehamilan tanpa upacara | Diri pribadi, anak dan rumah yang ditempatinya. | Sampai dengan adanya yang memeras (disahkan sebagai anak sesuai dengan agama Hindu). |
12 | Melakukan Sad Tatayi | Diri pribadi. | Sampai diprayascita dan sama sekali tidak boleh menjadi rohaniawan. |
- Manawa DharmaSastra | saat jaman manu / satya yuga
- Parasara saat jaman kali yuga dimulai
- Agastya, Roga Sangara, Widhi Sastra.
- Catur Cuntakantaka,
- Catur Cuntaka.
- Pangalantaka.
Parasara Dharmasastra III.1-2
ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.
Parasara Dharmasastra III.1-2
ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.
ATAH SUDHIM PRAVAKSYAMI JANANE MARANE TATHA,
DINE TRAYENA SUYANTI BRAHMANAH PRETA SUTAKE.
KSATRYO DVADASA HENA VAISYAH PANCADASA HAKAH,
SUDRAH SUDEYATI MASENA PARASARA VACO YATAHA.
Artinya :
Sekarang Aku akan menjelaskan tentang periode atau masa ketidaksucian seseorang yang berhubungan dengan kelahiran dan kematian (dari anggota keluarganya)
Masa kotor yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian dalam keluarga, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatrya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh yang suci Parasara.
Masa kotor yang disebabkan oleh kelahiran atau kematian dalam keluarga, bagi kaum brahmana selama 3 hari, bagi ksatrya 12 hari, bagi vaisya 15 hari dan bagi sudra 30 hari, seperti yang ditetapkan oleh yang suci Parasara.
Keterangan : masing-masing golongan masyarakat lama masa kotor berbeda disebabkan karena tingkat kemampuan menyunyikan diri berbeda bagi golongan yang satu dengan golongan yang lainya, misalkan
- seorang Brahmana jauh lebih mampu menyucikan dirinya dibandingkan dengan seorang sudra.
- selain itu pula seorang Brahmana memliki kewajiban yang lebih penting dari pada yang lainya, siapa yang akan menyelesaikan sebuah upacara atau perayaan korban suci jika seorang brahmana atau pendeta terlalu lama cuntaka (tidak suci)?
- bahkan terkadang seorang brahmana tidak dipengaruhi oleh cuntaka. Demikian juga halnya dengan Ksatrya yang memiliki kewajiban yang lebih berat daripada vaisya dan sudra, sehingga lama cuntaka lebih singkat.
- Dalam lontar Widhisastra disebutkan apabila pada saat piodalan ada krama yang meninggal dunia,hendaknya upacara piodalan diselesaikan dulu,setelah selesai baru kita melaksanakan upacara kematian baik dikubur maupun di lakukan upacara ngaben, agar konsentrasi umat tidak bingung dan terpecah, dalam lontar pelutuk bebanten apabila sang mati belum diperciki tirtha pangringkesan belumlah dianggap mati, sering diistilahkan dengan ditidurkan.
- Kaletehan / cuntaka yang dipancarkan sawa mendiang diblokir saat upacara ngaben yang dengan menggunakan damar kurung sebagai sarana permohonan kepada Sanghyang Agni agar cuntaka berkurang.
Susila yang merupakan tata nilai
tentang baik dan buruk (bukan salah dan benar), apa yang harus
dikerjakan dan apa pula yang harus dihindari sehingga tercipta suatu
tatanan antar manusia dalam masyarakat yang dianggap serasi, baik rukun
dan bermanfaat bagi setiap orang.
Di samping itu tentu kebersihan badan, pakaian dan sikap badan setiap bekerja harus pula tidak diabaikan.
Yang
menjadi pertanyaan, Faktor apakah yang menyebabkan seseorang tidak suci
(cuntaka) dan apa pula yang patut dilakukan .untuk memulihkan keadaan
menjadi normal kembali?
Menurut Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang disahkan Parisada Hindu Dharma (PHDI), diatur dalam Lontar Catur Cuntaka, merupakan pengembangan lebih jauh tentang aturan kesucian yang ditetapkan a.l. dalam Weda Parikrama. hal-hal yang menyebabkan seseorang cuntaka (sebel) adalah:
Menurut Keputusan Seminar Kesatuan Tafsir Terhadap Aspek-Aspek Agama Hindu yang disahkan Parisada Hindu Dharma (PHDI), diatur dalam Lontar Catur Cuntaka, merupakan pengembangan lebih jauh tentang aturan kesucian yang ditetapkan a.l. dalam Weda Parikrama. hal-hal yang menyebabkan seseorang cuntaka (sebel) adalah:
Larangan :
Sumber Hukum Hindu mengenai Cuntaka dalam kitab suci dan atau lontar yang dapat dipakai sebagai sumber antara lain :
Sloka-Sloka Cuntaka Karena Kelahiran Dan Kematian Berdasarkan Kitab Parasara Dharmasastra
Kutipan dari StitiDharma Online
Aturan
tentang Cuntaka juga mengandung pengertian yang mendalam bahwa manusia
dalam mewujudkan bhaktinya kepada Tuhan mempunyai dua aspek yang penting
yakni aspek vertikal (hubungan dengan Yang Maha Kuasa) dan aspek
horizontal (hubungan dengan sesama umat manusia) Kedua aspek itu dijaga
keseimbangan dan keharmonisannya. Mereka yang cuntaka diharap tidak
mengganggu konsentrasi persembahyangan warga yang lain ditempat-tempat
persembahyangan umum. Namun kalau ia bersembahyang sendiri di kamar
tidur/tempat khusus, tidak dilarang.
Harap dibedakan antara cuntaka dan sembahyang. Maksud saya, dalam keadaan cuntaka kita boleh bersembahyang. Misalnya dikuburanpun kita sembahyang bila mengadakan upacara mendem layon, ngeseng/membakar, dll. Namun dalam keadaan cuntaka kita tidak bersembahyang di Pura-Pura umum, karena menghormati pemedek lainnya. Jadi dalam pendakian spiritual ada pengertian vertikal dan horizontal. Maksud saya, vertikal, yakni bhakti kepada-Nya, dan horizontal maksudnya membina keharmonisan dengan sesama. Kita tidak boleh hanya memperhatikan masalah vertikal saja lalu mengabaikan hal-hal yang bersifat horizontal. Dalam bahasa Bali umumnya rangkaian itu disebut : desa – kala – patra.
Pura Subak, linggih Bhatari Ulundanu, dadosne nika Pura Wewidian. Sami Pura Wewidian tan keni cuntaka, artosna yening wenten kacuntakan, dados ngeranjing ke Pura-Pura Wewidian.
Beberapa pertanyaan yang sering ditanyakan :
1. Jika pikiran kotor, iri hati, dendam,congkak dan selingkuh
apakah itu termasuk dalam bagian cuntake??
2. Jika memang bagian dari cuntake, apakah hal hal tersebut lebih
tinggi nilai cuntakenya dari orang meninggal, wanita haid?
3. Kenapa wanita melahirkan selama 42 hari dibilang cuntake?
Jawaban :
1. Devinisi “Cuntaka” yang diputuskan dalam Paruman Sulinggih PHDI berbunyi sbb. : Cuntaka adalah keadaan tidak suci menurut keyakinan Agama Hindu.
Perlu dibahas dan ditafsirkan sebagai berikut :
a. “Keadaan” dapat dikatakan secara sklala (kasat mata) dan niskala (tidak kasat mata) Tentang yang kasat mata (nyata) misalnya kematian, menstruasi, bayi belum 3 bulanan, kawin belum mabeajkala, kawin salah timpal, kawin gamia-gamana, mitra ngalang, paradara, sakit gede, dll. Tentang yang niskala (tidak kasat mata – tidak nyata) misalnya pikiran, khayalan, dll.
b. “Tidak suci” artinya menyimpang dari ajaran kitab suci Weda, Upaweda, Pancami Weda, Wedangga, dll. Termasuk menyimpang adalah pelanggaran trikaya parisudha yakni pikiran, perkataan, dan perbuatan yang dilarang Agama HIndu.
Sebagaimana yang diketahui, Pikiran yang dilarang/tidak suci :
a. Dilarang menginginkan milik orang lain,
b. Dilarang tidak percaya pada hukum karma-phala,
c. Dilarang tidak menyayangi mahluk hidup lain.
Yang dimaksud “Perkataan yang tidak suci/dilarang :
a. Berkata-kata kasar, memaki, menghina,
b. Berkata-kata bohong/membual,
c. Wajib taat pada janji/ucapan – tidak berkata lain dari pikiran yang ada.
d. Dilarang memfitnah.
Yang dimaksud “Perbuatan”yang dilarang :
a. Mencuri,
b. Memperkosa/berzinah,
c. Himsa-karma (tidak membunuh atau menyakiti mahluk hidup)
Selain itu ada larangan-larangan yang lain yang diatur dalam yama brata dan niyama brata, sapta timira, dasamala, dll. yang merupakan pengembangan dari trikaya parisudha itu.
2. Tinggi/rendahnya tingkatan cuntaka, tidak bisa diputuskan oleh manusia, karena “keadaan tidak suci” hanya dinilai/diukur oleh Yang Maha Esa.
3. Karena dalam waktu 42 hari biasanya wanita masih kotor (mengeluarkan kotoran dari vagina) dan organ perut mulai rahim sampai susunan organ lainnya belum pulih seperti sediakala (sebelum hamil)
Demikianlah Pengertian dan makna Cuntaka yang tiang himpun dari berbagai sumber. Semoga bermanfaat.
Om Santih, Santih,Santih, Om
Apakah boleh membuat / melaksanakan upacara untuk persembahyangan saat ada keluarga lain kematian
BalasHapusApa boleh melakukan upacara pengodal pada hari manis tumpek landep? Karena saat ini saya masih cuntaka, habis melahirkan,,,mohon pencerahannya
BalasHapus